SEJARAH KOTA BANDA ACEH



Banda Aceh atau Banda Aceh Darussalam telah dikenal sebagai ibukota Kerajaan Aceh Darussalam sejak tahun 1205 dan merupakan salah satu kota Islam Tertua di Asia Tenggara. Kota ini didirikan pada hari Jumat, 1 Ramadhan 601H (22 April 1205) oleh Sultan Alaidin Johansyah setelah berhasil menaklukkan Kerajaan Hindu/Budha Indra Purba dengan ibukotanya Bandar Lamuri. Berdasarkan hal tersebut maka diaturlah Peraturan Daerah Aceh Nomor 5 Tahun 1988 yang menetapkan tanggal 22 April 1205 sebagai tanggal berdirinya kota tersebut.
Banda Aceh Darussalam pernah menderita kehancuran pada waktu pecah "Perang Saudara" antara Sultan yang berkuasa dengan adik-adiknya, peristiwa ini dilukiskan oleh Teungku Dirukam dalam karya sastranya, Hikayat Pocut Muhammad.
Selain itu dalam beberapa catatan sejarah, diketahu bahwa Laksamana dari kerajaan Cina, Cheng Ho pernah singgah di Banda Aceh dalam ekspedisi pertamanya antara tahun 1405 - 1407 setelah singgah terlebih dahulu di Palembang. Pada saat itu kerajaan Aceh dikenal dengan kerajaan Samudera Pasai. Pada saat itu Cheng Ho memberikan lonceng raksasa "Cakra Donya" kepada Sultan Aceh, yang kini tersimpan di museum Banda Aceh.
Pada saat terjadi perang melawan ancaman kolonialisme, Banda Aceh menjadi pusat perlawanan Sultan dan rakyat Aceh selama 70 tahun sebagai jawaban atas ultimatum Kerajaan Belanda yang bertanggal 26 Maret 1837. Setelah rakyat Aceh kalah dalam peperangan ini maka diatas puing kota ini pemerintahan kolonial Belanda mendirikan Kutaraja yang kemudian disahkan oleh Gubernur Jenderal Van Swieten di Batavia dengan beslit yang bertanggal 16 Maret 1874.
Pergantian nama ini banyak terjadi pertentangan di kalangan para tentara Kolonial Belanda yang pernah bertugas dan mereka beranggapan bahwa Van Swieten hanya mencari muka pada Kerajaan Belanda karena telah berhasil menaklukkan para pejuang Aceh dan mereka meragukannya.
Setelah masuk dalam pangkuan Pemerintah Republik Indonesia baru sejak 28 Desember 1962 nama kota ini kembali diganti menjadi Banda Aceh berdasarkan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah bertanggal 9 Mei 1963 No. Des 52/1/43-43
Pada tanggal 26 Desember 2004, kota ini dilanda gelombang pasang tsunami yang diakibatkan oleh gempa 9,2 Skala Richter di Samudera Indonesia. Bencana ini menelan ratusan ribu jiwa penduduk dan menghancurkan lebih dari 60% bangunan kota ini. Berdasarkan hasil SPAN2005 (Population Census in Aceh and Nias, 2005) jumlah penduduk Kota Banda Aceh pasca tsunami adalah sebesar 177.881 jiwa.